Hawa Mengenali Adam: Tulang Rusuk Mengenali Siapa Pemiliknya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

“Sejak diturunkan ke bumi, Hawa terus memikirkan Nabi Adam. Bagaimana keadaannya sekarang? Apa ia sanggup hidup sendirian di bumi ini? Hawa bertekad untuk bertemu Nabi Adam. Hawa terus berjalan menyusuri bumi. Sesekali ia beristirahat sambil makan buah-buahan. Ia terus berdoa kepada Alah agar segera dipertemukan dengan Nabi Adam. Hawa tiba di sebuah padang pasir dan bukit yang sangat gersang.  Ia sudah sangat kelelahan dan hampir putus asa. Kemudian ia berdoa kepada Allah dengan sangat khusyuk. Rupanya Allah mengabulkan doanya. Hawa melihat sosok yang sangat ia kenali. Ia adalah Nabi Adam. Hawa memanggil Nabi Adam dan Nabi pun memanggil Hawa dengan penuh kerinduan. Inilah saat yang paling membahagiakan bagi mereka.”

Itulah sepenggal kisah tentang pertemuan Adam dan Hawa di bumi dalam buku “Ensiklopedia Kisah Al-Qur’an” terbitan Gema Insani Press. Mungkin kisah ini pun menggambarkan manusia pada umumnya. Tabiat perempuan yang peduli tergambar jelas dalam penggalan cerita diatas. Hawa terus memikirkan Nabi Adam dan ingin segera bertemu dengan Nabi Adam. Apa alasannya? Ternyata, bukan karena sekadar melepas rindu dirinya pada Adam, tapi lebih memikirkan bagaimana keadaan Nabi Adam sekarang? Apakah Adam sanggup hidup sendiri di bumi? Hawa tak memikirkan dirinya sendiri. Itulah sifat dasar perempuan, ketika memutuskan sesuatu ia selalu mempertimbangkan orang lain bukan hanya kepentingan dirinya sendiri.

Ya, karena Allah menciptakan Hawa untuk menemani Adam ketika di syurga. Allah tahu bahwa Adam tak bisa hidup sendiri. Walaupun dengan kenikmatan-kenikmatan syurga yang telah ia dapatkan, tetap saja seorang Adam membutuhkan teman. Maka, Allah ciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam untuk menemani Adam di syurga.

Ketika diturunkan ke bumi dan mereka berpisah, maka naluri masing-masing pasti akan saling mencari. Dan dalam pencarian disini digambarkan secara jelas kekhawatiran Hawa akan kondisi Adam di bumi: sanggupkah Adam hidup sendirian?

Hawa pun terus berusaha menelusuri bumi demi bertemu Adam. Uniknya, dibuku ini tak diceritakan bagaimana usaha Adam menemukan Hawa, tapi lebih kepada bagaimana usaha Hawa menemukan Adam. Pastinya tak bisa dipungkiri juga bahwa tentunya Adam pun berusaha keras untuk bertemu dengan Hawa karena di syurga yang penuh kenikmatan saja Adam membutuhkan seorang teman, bagaimana dengan ketika di bumi yang berbeda jauh dari segi kenikmatan di syurga?  Tentu Adam sangat membutuhkan seorang teman terlebih ketika berada di bumi. Dan tentunya ada rasa kehilangan ketika Hawa yang biasanya menemaninya di syurga tak ada disisinya.

Memang agak sedikit berbeda, penggambaran pertemuan itu diangkat dari sisi Hawa yang berusaha bertemu Adam. Tak diceritakan pencarian seorang Adam namun lebih ditekankan pada pencarian seorang Hawa yang menunjukkan rasa pedulinya pada Adam. Hawa terus berjalan, beristirahat, berdoa ditengah lelah. Hingga akhirnya ditengah lelah yang begitu sangat dan dalam kondisi hampir putus asa, di gurun pasir yang panas dan gersang, doa khusyuknya dikabulkan Allah dan dipertemukanlah ia dengan sosok yang ia kenal. Ya, ternyata Hawa-lah yang mengenali Adam lebih dulu ketika bertemu. Sungguh, tulang rusuk mengenali siapa pemiliknya.

Mungkin akan terlontar pertanyaan begini: “Nabi Adam dan Hawa itu kan cuma dua-duanya manusia di bumi. Jadi ketika bertemu mudah untuk saling mengenali. Lantas bagaimana dengan kita yang jumlah penduduk bumi sudah sekian milyar banyaknya? Bagaimana kita bisa tahu bahwa dialah tulang rusuk kita (bagi laki-laki) atau dialah pemilik tulang rusuk ini (bagi perempuan)?

Disinilah letak proses ta’aruf itu berperan. Tentunya ta’aruf yang syar’I, bukan sekadar kata ta’aruf namun jauh nilai-nilanya dari sebuah proses ta’aruf. Ta’aruf lah ajang saling mengenal yang [katanya] akan terasakan disana siapa tulang rusuk atau pemilik tulang rusuk kita.

Mari kutunjukkan kisah dua orang akhwat. Ada seorang akhwat yang merasa klop dengan seorang ikhwan, merasa saling cocok, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk ta’aruf. Dalam proses ta’aruf, ternyata istikharah sang akhwat tak mantap dan ada keraguan disana. Ta’aruf pun kandas ditengah jalan. Awalnya sebelum ta’aruf, sang akhwat menganggap bahwa ikhwan itulah pemilik tulang rusuknya. Tapi ternyata, setelah ta’aruf, bukan ikhwan itu pemilik tulang rusuknya.

Qadarullah, sang akhwat dipertemukan dengan seorang ikhwan yang belum pernah dikenal dan dipertemukan dalam sebuah proses ta’aruf. Sang akhwat pun mantap, tak ada keraguan sedikit pun dalam istikharahnya. Akhirnya, mereka menikah.

Satu lagi, ada seorang akhwat yang memblacklist seorang ikhwan untuk menjadi calon suaminya karena merasa tidak cocok secara karakter. Namun ternyata sang ikhwan berkeinginan untuk ta’aruf dengan sang akhwat. Awalnya sang akhwat menolak untuk berta’aruf dengan sang ikhwan. Atas nasihat sang guru ngaji dan istikharah beberapa kali, sang akhwat pun mencoba untuk berta’aruf dengan ikhwan yang dimaksud. Hingga akhirnya, mereka menikah.

Terlihat jelas bukan? Bahwa memang hanya sebuah proses ta’aruf yang syar’i-lah yang bisa mendatangkan petunjuk Allah. Dan sebaik-baik petunjuk itu adalah petunjukNYA.

Ada sebuah penggalan dalam artikel yang pernah dibaca:

“Kalau kita tidak mau mencoba ta’aruf, bagaimana mungkin kita tahu ia jodoh kita atau bukan. Kalau kita ta’aruf, kita akan tahu. Jika berhasil, berarti jodoh. Kalau belum berhasil, berarti belum jodoh. Iya, kan?!”

Jadi, memang benar, kita takkan pernah tahu siapa jodoh kita di dunia, kita takkan pernah tahu siapa pemilik tulang rusuk kita (bagi perempuan), atau siapa tulang rusuk kita yang belum ditemukan (bagi laki-laki), sebelum proses ta’aruf. Dari proses ta’aruflah, Allah memberikan petunjukNYA, menunjukkan siapa yang terbaik untuk kita.

So, buat para ikhwan yang sedang merasa seseorang itu sebagai tulang rusukmu, cobalah ta’aruf dulu. Baru kamu bisa bilang kalo dia tulang rusukmu atau bukan setelah proses ta’aruf. Dan tentunya disertai musyawarah dan istikharah. Dua hal inilah yang tak boleh ditinggalkan ketika proses ta’aruf.

Dan buat para akhwat yang berkali-kali gagal dalam proses ta’aruf, yakinlah memang mungkin belum saatnya dipertemukan dengan pemilik tulang rusukmu. Bersabarlah dan teguhkanlah kesabaranmu. Insya Allah semua kan indah pada waktunya.

Pada akhirnya, sebaik-baik jodoh adalah jodoh di akhirat, jodoh yang kekal. Namun sejatinya kita takkan pernah tahu siapa jodoh kita di akhirat. Karena belum tentu jodoh di dunia juga otomatis jodoh di akhirat. Maka yang bisa diikhtiarkan saat ini adalah mencari jodoh di dunia untuk membawanya menjadi jodoh di akhirat pula.

“Ya Allah Ya Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami nikmat di dunia dan juga nikmat di akhirat. Dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka..”
Aamiin..


dia
sebuah nama yang belum tereja
dia
sebuah rupa yang belum tersketsa
dia
sebuah sosok yang entah dimana
dia
calon nahkoda
sebuah biduk rumah tangga
dia
kuyakin ada
karna hati yang merasa
Rabbana
Jaga ia dimanapun berada
Mudahkan langkahnya
Tunjukkan jalannya
Luruskan niatnya
Bulatkan tekadnya
Mantapkan hatinya
Berkahilah rizkinya
Hingga akhirnya
KAU pertemukan aku dengannya
Dalam suatu ikatan suci nan mulia
Mitsaqan ghalizha

Sumber : Islamedia dan http://www.salimah.or.id



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Marah dalam Pandangan Islam

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Walaupun  marah adalah salah satu fitrah manusiawi pemberian sang Khalik ,  namun Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam  untuk menahan marah. Bagaimana pandangan Islam terhadap marah ?  Bagaiman solusi dalam Islam agar umatnya mampu menahan amarah bahkan mampu memaafkan ?
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Ta’ala.

Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia berbeda-beda dalam tingkat gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang stabil.

  • Kurang marah adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah. Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu kesadaran, fikiran dan inisiatif.
  • Marah yang stabil adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama untuk melampiaskan kemarahan.
Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang sebab-sebab marah.Diantara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai keberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.

Marah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan:

Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah subhanahu wata’ala, seperti marah karena Allah terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Marah yang terpuji jika motivasinya karena Allah tatkala aturan-aturan Allah dihinakan, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla (yang artinya):

“Dan kaum Musa setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan emas mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat pula menunjukkan jalan kepada mereka?. Mereka menjadikannya sebagai sesembahan dan mereka adalah orang-orang yang zalim(148)
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi (149)
Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150)
Musa berkata : “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang “(151)

Sesunguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan di dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (152)
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)
Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154) [QS. Al A’raf 148-154]

Jadi marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun. [Adab Ad-Dunnya wa Ad Din hal. 250]

  • Di antara marah yang tercela adalah marah karena fanatisme terhadap suku.
  • Marah yang diperbolehkan adalah marah yang bukan pada maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya:
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat”. [QS. As Syura’:43]

Beberapa terapi syara’ untuk mengobati marah:

1. Berlindung (kepada Allah azza wajalla) dari godaan syaitan yang terlaknat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Shord, beliau berkata: Aku duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan di hadapannya ada dua orang yang saling mencela, salah satu dari kedua orang tersebut telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Aku mengetahui satu kalimat seandainya dia ucapkanniscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada dirinya, seandainya ia membaca:  ) “Aku berlindung pada Allah dari syaitan” niscaya hilanglah amarahnya)”. [HR.Bukhari - Muslim]

2. Diam tidak berbicara. Mengambil sikap diam, hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam: “Apabila salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah dia diam”. [HR. Imam Ahmad]

3. Apabila mampu meninggalkan tempat itu maka berdirilah lalu pergi.

4. Bersikap tenang, yaitu duduk apabila sedang berdiri, atau tidur terlentang bilamana sedang duduk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih beleum mereda maka hendaklah dia berbaringlah” [HR. Abu Daud]

Perawi hadits ini adalah Abu Dzar radhiallahu anhu, beliau menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya: Bahwasannya ia telah mengambil air minum untuk dituangkan pada telaga miliknya, kemudian sekelompok orang datang dan berkata: “Siapakah orang yang mampu mendatangkan air untuk Abu Dzar sambil menghitung rambut kepalanya?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”, maka datanglah lelaki tersebut dan mengambil air dari telaga itu, namun dia meleburkannya, merusaknya, atau menghancurkannya. Maksudnya adalah Abu Dzar meminta pertolongan dari lelaki tersebut untuk memberi minum untanya dari telaga itu, namun tiba-tiba orang itu berlaku buruk terhadapnya dan menyebabkan telaga itu hancur. ketika itu Abu Dzar berdiri kemudian duduk selanjutnya berbaring. Dikatakan kepadanya wahai Abu Dzar kenapa engkau duduk kemudian berbaring? Dia menjawab bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda…. kemudian beliau membacakan hadits diatas.

5. Berwudlu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Marah itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu”.[HR.Al Baihaqi]

6. Melaksanakan sholat. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Atsar: “Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka’at (shalat sunnah)“. [HR.Silsilah hadits shahihah]

7. Menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu” Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Berilah aku wasiat beliau berkata: “Janganlah marah” Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Janganlah marah”. [HR. Bukhari]

“Janganlah marah maka bagimu adalah surga“. [Hadits shahih]

Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menjauhi sebab-sebab munculnya amarah baik bagaimana menahan amarah dan menolaknya, makahal ini sebagai tindakan yang paling besar yang membantu seseorang dalam memadamkan api kemarahan, juga mendapat pahala yang besar, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Barang siapa yang menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah azza wa jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya”. [HR. Abu]

8. Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukan istimewa yang akan diberikan kepada orang yang bisa menahan dirinya dari marah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah”. [HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad]

Dari Anas radhiallahu anhu bercerita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah ini? mereka menjawab: “Dia pegulat yang ulung tidaklah seorangpun yang bergulat dengannya kecuali dia mengalahkannya. Kemudian beliau berkata: Tidakkah aku tunjukkan pada kalian yang lebih orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizalimi namun dia menahan kemarahanya kemudian dia mengalahkan orang yang menzaliminya dan mengalahkan syaitan diri serta mengalahkan syaitan saudaranya”. [HR Al Bazzar dan Ibnu Hajar]

9. Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika marah.

Dari Anas radhiallahu anhu berkata: Aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saat itu beliau memakai kain dari Najran yang kasar pinggirnya kemudian seorang badui’ datang menghampirinya dan menarik kain itu dengan tarikan yang sangat kuat, sampai aku melihat pada leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di mana tarikan itu sampai membekas karena kuatnya tarikan tersebut, kemudian ia berkata: “Wahai Muhammad perintahkanlah (kepada kaummu untuk membagikan kepadaku harta dari Allah yang ada di padamu, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meliriknya sambil tersenyum lalu beliau memerintahkan untuk diberikan bagian tertentu baginya” [HR Bukahri- Muslim]

Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menjadikan amarah tersebut hanya karena Allah subhanahu wata’ala yaitu bilamana tuntunan Allah subhanahu wata’ala dilanggar inilah marah yang terpuji.
 
10. Mengetahui bahwasanya menahan amarah adalah ciri orang yang bertakwa, hal itu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala: “Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan manusia, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”.[QS.Ali Imran:2:134]

11. Sadar ketika diingatkan.

Sebagaimana dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: Sesungguhnya seseorang meminta izin pada Umar radhiallahu anhu maka dia mengizinkannya dan ia berkata: “Wahai Ibnul Khattab demi Allah engkau tidak memberiku dengan pemberian yang banyak, tidak juga berhukum kepada kami dengan adil, seketika itu Umar radhiallahu anhu marah sehingga dia hendak memukulnya, namun Al Harb bin Qais (seorang teman duduk Umar) berkata: Wahai Amirul mu’minin sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah berfirman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
 “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. [QS.Al A’raf:199]
“Sebab, sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia teguh dalam tuntunan kitab Allah ‘azza wajalla. [HR.Bukhari]

12. Mengetahui akibat buruk sikap marah.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al Qomah bin Wail dari bapaknya radhiallahu anhu beliau bercerita kepadanya: Aku duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seseorang membawa orang yang sedang diborgol lalu dia berkata: “Ya Rasulallah dia telah membunuh saudaraku kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada lelaki yang diborgol tersebut: “Apakah engkau telah membunuhnya?”, “Ya saya membunuhnya”. Jawabnya. Beliau berkata: “Bagaimana engkau membunuhnya?” Orang itu menjawab: “Aku bersamanya mengambil dedaunan dari pohon untuk makanan ternak, kemudian ia mencelaku hingga membuatku marah kemudian aku memukulnya dengan kapak tepat pada batang lehernya akhirnya dia mati…” [HR.Muslim]

13. Selalu berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala:

“Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati tentram”. [QS.Ar Ra’ad:28]

14. Memberikan hak badan untuk beristirahat.

Penyusun : Majid bin Su’ud al-Usyan

sumber: http://www.salimah.or.id



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Aku Takut Menikah Karena Belum

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

1. Belum Bekerja
Inilah masalah klasik seputar menikah, terutama bagi pihak pemuda. Ketika sudah merasa cocok dengan seorang muslimah, dan jika ditunda-tunda bisa berakibat buruk, ternyata si Pemuda belum punya pekerjaan untuk menghidupi keluarga kelak. "mau dikasih makan apa anak dan istri kamu, dikasih cinta doang ?!?" Begitulah perkataan sinis yang senantiasa terngiang-ngiang ditelinganya.

Seorang laki-laki memang merupakan tulang punggung dalam sebuah keluarga. Menghidupi seluruh anggota keluarga adalah tangging jawabnya. Rasulullah bersabda, yang artinya, "Bertaqwalah kepada Allahdalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. (Menjadi) kewajiban kamu untuk memberi rizki dan pakaiannya dengan cara yang baik." (HR.Muslim)

Dengan demikian, penghasilan dalam suatu keluarga memang diperlukan. Namun sebenarnya, tidak berarti belum kerja kemudian tidak boleh menikah. Allah SWT berfirman, yang artinya, "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (belum menikah) diantara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Surat An-Nur : 32)

Penghasilan bisa dicari setelah menikah. Yang pertama kali harus dilakukan adalah percaya dan yakin akan janji Allah pada firman-Nya di atas. Tak sedikit pemuda yang susah mencari kerja sebelum menikah, tapi setelah menikah ternyata banyak tawaran kerja dan peluang kerja.

Sebagai persiapan sebelum menikah, kesungguhan dalam menuntut ilmu dunia agar kelak mudah mendapatkan penghidupan yang baik pula untuk dilakukan. Walaupun tak selamanya relevan, kuliah yang baik dan dan prestasi yang bagus masih merupakan suatu modal yang dapat diandalkan dalam mencari kerja. Bagaimana kalau kuliah sudah terlanjur tidak karuan ? Jika sudah begini perlu juga pegang prinsip bahwa pekerjaan kelak tidak harus sesuai dengan bidang yang dipelajari saat ini. Banyak yang dapat rejeki lumayan dari bekerja dalam suatu bidang yang dulu tidak pernal dipelajari dalam jenjang pendidikan formal.

Persiapan lain yang bisa dilakukan adalah kuliah sambil kerja. Sembari menabung, juga bisa untuk jaga-jaga apabila ketika lulus nanti tidak langsung diterima bekerja sesuai bidang yang dipelajari.

2. Belum Lulus

Berbeda dengan yang pertama, masalah yang satu ini bisa menjadi penghalang bagi pihak pemuda dan pemudi. Mungkin seseorang sudah bekerja atau sudah punya prinsip untuk mencari kerja setelah menikah namun ia ragu untuk menikah gara-gara belumlulus kuliah. Bisa jadi pula yang punya alasan seperti ini sang pemudi pujaan hatinya. Bayangan kuliah sambil menikah baginya tampak menyeramkan. Kuliah sambil mengurus diri sendiri saja sudah repot apalagi jika harus ditambah tanggung jawab mengurus orang lain. Ditambah kalau si buah hati sudah lahir dan belum juga lulus kuliah, tampaknya akan tambah repot.

Sebenarnya, menikah tidaklah selalu mengganggu kuliah. Malahan hadirnya pendamping hidup baru bisa menambah semangat utuk belajar. Bisa jadi, sebelum menikah malas-malasan belajarnya, ketika sudah menikah malah tambah semangat dan tambah rajin untuk belajar. Tidak sedikit yang mengalami perubahan demikian, apalagi secara peraturan akademik seorang mahasiswa sudah diperbolehkan untuk menikah. Seorang mahasiswa sudah tidak dianggap ABG (Anak Baru Gede) lagi, tapi AUG (Anak Udah Gede) alias sudah dewasa. Seorang yang sudah dewasa dianggap sudah bisa bertanggung jawab apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Memang benar untuk tetap mengadakan persiapan jika mengambil jalan menikah di saat masih kuliah. Yang pertama harus disadari adalah bahwa hidup berkeluarga adalah berbeda dengan hidup sendirian. Tidak pantas jika orang yang sudah menikah tetap bebas, lepas, menelantarkan keluarganya sebagaimana dulu bisa ia lakukan ketika masih lajang. Orang yang menikah sambil kuliah juga harus pandai-pandai mengatur waktu antara tanggung jawabnya dalam keluarga dan dalam belajar. Selain waktu, manajemen pemikiran juga solid, karena begitu menikah masalah-masalah dulu yang belum ada mendadak bermunculan secara serentak. Bagaimana memahami pasangan hidup baru, bagaimana jika hamil dan melahirkan, bagaimana mendidik anak, bagaimana mencari rumah -nebeng mertua atau cari kontrakan-, bagaimana bersikap kepada mertua, tetangga dan lain-lain, apalagi masih harus memikirkan pelajaran.

Pusing....? Semoga tidak. Sebenarnya menikah sambil kuliah bisa disiapkan sejak hari ini, bahkan juga sudah sejak SD. Modal awalnya adalah manajemen diri sendiri. Ketika seorang sudah sejak dahulu berlatih untuk hidup mandiri, akan mudah baginya untuk hidup berkeluarga. Misalnya saja sudah sejak SD bisa mencuci pakaian dan piring sendiri, mengatur waktu belajar, berorganisasi, dan bermain, mengatur keuangan sendiri, dan sebagainya. Kesiapan juga bisa diraih jika seseorang biasa menghadapi dan memecahkan problem hidupnya. Karena itu perlu organisasi dan bersaudara dengan orang lain, saling mengenal, memahami orang lain dan membantu kesulitannya.

3. Belum Cocok

Mungkin pula sudah lulus, sudah kerja, sudah berusaha cari calon pasangan tapi merasa belum menemukan pasangan yang cocok, sehingga belum jadi menikah pula, padahal sudah hampir tidak tahan ! Ini juga merupakan masalah yang bisa datang dari kedua belah pihak, baik pihak pemuda maupun pemudi. Kecocokan memang diperlukan. yang jadi ertimbangan dasar dan awal tetntu saja faktor agama, yaitu aqidah dan akhlaknya. Allah berfirman, yang artinya :

"Mereka (perrempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka." (Al-Mumtahanah : 10)

Rasulullah juga bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 hal : karena kecantikannya, karena keturunannya, karena kekayaannya, dan karena agamanya. Menangkanlah dengan memilih agamanya maka taribat yadaaka (kembali kepada fitrah atau beruntung)." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain)

Keadaan yang lain adalah nomor dua setelah pertimbangan agama. Namun kebanyakan di sinilah ketidakcocokannya. Sudah dapat yang agamanya bagus tapi kok nggak cocok pekerjaannya, nggak cocok latar belakang pendidikannya, nggak cocok hobinya, warna matanya kok begitu, pakai kacamata, kok hidungnya...dan lain-lain.

Kalau mau mencari kekurangan tiap orang pasti punya kekurangan karena tidak ada manusia yang diciptakan secara sempurna. Sudah cantik, kaya, keturunan bangsawan, pandai, rajin, keibuan, penyayang, tidak pernah berbuat salah.

Ketika seorang pemuda atau pemudi sudah mau menikah, memang seharusnya cari tahu dulu tentang calon pasangan hidupnya ke sahabatnya, saudaranya atau ustadznya, atau yang lainnya, baik kelebihan maupu kekurangannya. Jika sudah tahu, tanyakan pada diri sendiri, apakah bisa menerima dan memaklumi kekurangan serta kelebihan si dia. Rasulullah bersabda, yang artinya,

"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu sisi, tapi akan menyayang dari sisi lain." (HR.Muslim)

Jadi, jangan hanya melihat kekurangannya saja, tapi juga perlu melihat kelebihannya. Ketika kekurangan sudah bisa diterima, kelebihan akan lebih bisa menimbulkan perasaan suka. Karea itu, jangan sampai sulit nikah karena dibikin sendiri.

4. Belum Mantap

Masalah satu ini juga bisa terjadi pada tiap orang pihak pemuda, pihak pemudi, baik yang sudah kerja atau yang belum, baik sudah lulus atau belum. Pertama kali, perlu diselidiki belum mantapnya itu karena apa, karena tak sedikit yang beralasan belum mantap, ketika ditelusuri larinya juga menuju ketiga masalah 'belum' di atas.

Namun ada juga yang belum mantap karena memang merasa persiapan dirinya kurang baik ilmu tentang pernikahan, keluarga, dan pernik-pernik di sekitarnya. Orang seperti ini malah tidak memusingkan masalah ketiga 'belum' di atas, karena memang dia merasa belum siap dan belum mampu.

Solusinya tidak lain adalah mementapkan dan mempersiapkan diri. Hal ini bisa ditempuh lewat menuntut ilmu tentang pernikahan, dan keluarga, baik dengan menghadiri pengajian, yang membahas masalah tersebut atau dengan membaca buku-buku mengenainya. Penting pula untuk menimba pengalaman kepada orang yang sudah menikah, karena kadang-kadang buku-buku dan ceramah ilmiah dan formal tidak membahas masalah praktis yang detail yang diperlukan agar siap menikah.


sumber: http://mencintaisederhana.blogspot.com



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Ketika Lelaki Menangis

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Siapa Kata Lelaki tak pernah Menangis?
bahkan kadang jiwa dan hatinya lebih halus dari wanita
tersembunyi di balik kegagahan wajahnya

Mungkin ia tak pernah menampakan air mata itu di depanmu..
tapi yakinlah di saat engkau tidak tahu
di jejak dia berangkat kerja
atau dalam duduk tafakur setelah solatnya
kadang air mata itu tumpah


Karena akal mendominasi jiwanya
maka yang kau temukan hanya kekerasan

tapi coba kau Lihat matanya
setelah ia mengimamkan solat tahajud malam itu
ada kilatan cahaya embun yang menitis dalam kekerasan…
atau ketika dia tertunduk letih
setelah berjam-jam mencari nafkah…
lihat sejenak mata itu…
maka mata adalah cermin jiwa…

Maka menangislah Umar bin Khattab ketika mengetahui ada rakyatnya yang kelaparan
sementara kita tahu, bagaimana tegasnya susuk sifat lelaki ini..
tapi air matanya pun tumpah..

Inilah Sifat Lelaki
sifat suami yang Allah menatapnya dengan kerinduan..

Mereka menjemput pagi dengan harapan
dan membawa malam dengan asa…..

Lihat lah Lelaki yang saat ini menjadi suamimu..
sesungguhnya Syurgamu
ada pada Keridhaan-Nya…..

Lihatlah lelaki yang Allah Mengatakan lewat lisan Nabi SAW kita..

“Barang siapa yang petang hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah di lakukannya, maka dia dapatkan petang hari tersebut, dosa-dosanya di ampuni Allah SWT”
- (HR.Thabrani)
Merekalah Lelaki Soleh
yang menumpakan air matanya
seraya lisan dan hatinya berdoa…

“Ya Rabbana, berikanlah kebaikan untuk Isteri dan anak-anakku kelak.. Jadikanlah Mereka semua Kesenanganku di Syurga-Mu yang Maha Indah..”


Inilah Lelaki dan Suami Soleh
idaman bidadari tak hanya bidadari bumi
tapi juga Bidadari Syurga, yang mengintip Menanti. :)

sumber: http://mencintaisederhana.blogspot.com



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia..Dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami orang tuanya...
Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya..Kami menjaganya siang dan malam..sampai kami melupakan keadaan diri sendiri...
Kami sadar..memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua...

Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga...Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya...Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian...

Dan waktupun berlalu…
Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik...
Betapa bangga kami memilikinya...Kami berpikir betapa cepat waktu berlalu..
Dan terbersit dalam hati kami untuk tetap menahannnya disini...Bukan bermaksud meletakkan ego kami atas hidupnya..
Namun sebagai orang tua siapa yang dapat berpisah dari anaknya..Putri kesayangannnya...

Tapi…
Hari ini akhirnya datang juga..
Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik yaitu gaun pengantinnya..Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa..
Dan sesudah ijab kabul ini..kau lah kini yang menjadi penjaganya...
Menggantikan kami...Mari ikatkan tanganmu kepadanya...

Waktu akhirnya memaksa kami berpisah dengannya...Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya..
Sedangkan kami adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kami punya untuknya...
Namun tak ada sama sekali kemarahan kami atas dirimu..menantuku...
Namun ijinkan kami sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri kami yang harus jauh meninggalkan kami..karena harus mengikutimu...Kamipun tak akan protes kepadamu..
Karena mulai hari ini.. dia harus mengutamakan kau diatas kami...

TOLONG JANGAN BERATKAN HATINYA..
Karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu...
Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua..pun demikian dengannya..
Kami tidak keberatan apabila harus sendiri..tanpa ada gadis kecil kami dulu yang selalu menemani dan menolong kami dimasa tua...

Kami menikahkanmu dengan anak gadis kami dan memberikan kepadamu dengan cuma- cuma..kami hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan..

JANGAN SAKITI HATINYA..
Karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami...Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga..untuk menjadi penopang harapan kami dimasa depan..untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami...
Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu...Kami tidaklah keberatan..karena berarti terjagalah kehormatan putri kami...

Jika kau tak berkenan atas kekurangannya..ingatkanlah dia dengan cara yang baik.. MOHON JANGAN SAKITI DIA..sekali lagi JANGAN SAKITI DIA..

Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan kami yang mulai menua.. namun harus sendiri berdua disini..tanpa ada kehadirannya lagi...
Tahukah engkau wahai menantuku..
Bahwa kau pun memiliki orang tua..pun dengan istrimu ini...
Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana..pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu..?
Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu..menjaga dan merawat mereka..
Sedang kami tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri.. harus sendiri...
Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu..karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah...

Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada kami dari jauh.. Jujur..sedih hati kami saat jauh darinya...
Namun apalah daya kami..memang sudah masa seharusnya seperti itu..kau lebih berhak atasnya dari pada kami..orang tuanya sendiri..

MAKA HARGAILAH DIA YANG TELAH DENGAN RELA MENGABDI KEPADAMU..
MAKA HIBURLAH DIA YANG TELAH MEMBUAT KEPUTUSAN YANG SEDEMIKIAN SULIT..
SAYANGILAH DIA ATAS SEMUA PENGORBANANYA YANG HANYA DEMI DIRIMU..

Begitulah cantiknya putri kami..
SEMOGA KAU MENGETAHUI BETAPA BERHARGANYA ISTRIMU ITU..
JIKA KAU MENYADARI...


sumber: BERANDA KITA (fb)



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Keutamaan Surat Al-Fatihah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Surat Al-Fatihah adalah surat yang amat masyhur, telah dikenal oleh seluruh kaum muslimin. Saking terkenalnya, terkadang sebagian kaum muslimin menyalahgunakannya, seperti membacanya untuk orang mati saat ziarah kubur, atau mengirimkan pahalanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, dan orang-orang yang telah mati. Semua ini tak ada contohnya dari Allah dan Rasul-Nya.

Surat Al-Fatihah amat masyhur, namun banyak di antara kita tak mengetahui fadhilah, dan keutamaannya. Padahal banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaannya, baik dari sisi kandungan atau kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Diantara fadhilah dan keutamaan Surat Al-Fatihah:

Surat yang Paling Agung

Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya.

Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, tadi aku sholat“. Beliau bersabda, “Bukankah Allah berfirman,

“Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu“. (QS. Al-Anfaal: 24).

Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid”?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, “Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an”. Beliau bersabda, “Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]

Al-Imam Ibnu At-Tiin-rahimahullah- berkata saat menjelaskan makna hadits di atas, “Maknanya, bahwa pahalanya lebih agung (lebih besar) dibandingkan surat lainnya”. [Lihat Fathul Bari(8/158) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy]

Surat Terbaik dalam Al – Qur’an

Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya.

Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang beliau mengalirkan air. Aku berkata, “Assalamu alaika, wahai Rasulullah”. Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada di belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid sambil duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci seraya bersabda, “Alaikas salam wa rahmatullah (3 kali)”. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu tentang sebaik-baik surat di dalam Al-Qur’an”. Aku katakan, “Mau ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil alamin (yakni, Surat Al-Fatihah) sampai engkau menyelesaikannya“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/177). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 17633)]

Al – Fatihah adalah Al – Qur’an Al – Azhim

Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan “Al-Qur’an Al-Azhim”, padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.

Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ

 “Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]

Surat Ruqyah

Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.
Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,

Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan sampai mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta jamuan kepada mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para sahabat). Akhirnya, pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka (orang-orang kampung itu) telah mengusahakan segala sesuatu untuknya. Namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Sebagian diantara mereka berkata, “Bagaimana kalau kalian mendatangi rombongan (para sahabat) yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni, obat) diantara mereka”.Orang-orang itu pun mendatangi para sahabat seraya berkata, “Wahai para rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat, dan kami telah melakukan segala usaha, tapi tidak memberikan manfaat kepadanya. Apakah ada sesuatu (obat) pada seorang diantara kalian?” Sebagian sahabat berkata, “Ya, ada. Demi Allah, sesungguhnya aku bisa me-ruqyah. Tapi demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tak mau menjamu kami. Maka aku pun tak mau me-ruqyah kalian sampai kalian mau memberikan gaji kepada kami”. Merekapun menyetujui para sahabat dengan gaji berupa beberapa ekor kambing. Lalu seorang sahabat pergi (untuk me-ruqyah mereka) sambil memercikkan ludahnya kepada pimpinan suku tersebut, dan membaca, “Alhamdulillah Robbil alamin (yakni, Al-Fatihah)”. Seakan-akan orang itu terlepas dari ikatan. Maka mulailah ia berjalan, dan sama sekali tak ada lagi penyakit padanya. Dia (Abu Sa’id) berkata, “Mereka pun memberikan kepada para sahabat gaji yang telah mereka sepakati. Sebagian sahabat berkata, “Silakan bagi (kambingnya)”. Yang me-ruqyah berkata, “Janganlah kalian lakukan hal itu sampai kita mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu kita sebutkan kepada beliau tentang sesuatu yang terjadi. Kemudian kita lihat, apa yang beliau perintahkan kepada kita”. Mereka pun datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya menyebutkan hal itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Apa yang memberitahukanmu bahwa Al-Fatihah adalah ruqyah?” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kalian telah benar, silakan (kambingnya) dibagi. Berikan aku bagian bersama kalian”. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa“. [HR. Al-Bukhoriy (2156), Muslim (2201)]

Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, “Tempat memercikkan ludah ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang dilalui oleh ludah”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]

Cahaya Untuk Ummat Islam

Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’ telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.

Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

Tatkala Jibril duduk di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , maka ia mendengarkan suara (seperti suara pintu saat terbuka) dari atasnya. Maka ia (Jibril) mengangkat kepalanya seraya berkata, “Ini adalah pintu di langit yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah terbuka sama sekali, kecuali pada hari ini”. Lalu turunlah dari pintu itu seorang malaikat seraya Jibril berkata, “Ini adalah malaikat yang turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah turun, kecuali pada hari ini”. Malaikat itu pun memberi salam seraya berkata, “Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu; belum pernah diberikan kepada seorang nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab, dan ayat-ayat penutup Surat Al-Baqoroh. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari keduanya, kecuali engkau akan diberi“. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (806), dan An-Nasa’iy (912)]

Penentu Sholat

Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat, baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna”. Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana kalau kami di belakang imam”. Beliau berkata, “Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Allah -Ta’ala- berfirman, “Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta”. [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]

Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, “Al-Fatihah dinamai sholat, karena sholat tak sah, kecuali bersama Al-Fatihah“. [Lihat Syarh Shohih Muslim (2/127)]

Inilah beberapa diantara keutamaan Al-Fatihah, kami sajikan bagi para khotib, da’i, penuntut ilmu, dan seluruh kaum muslimin agar mereka tahu dan mengamalkan hadits-hadits shohih ini, dan menyebarkannya, tanpa berpegang lagi dengan hadits-hadits lemah dan palsu tentang fadhilah Al-Fatihah.

sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Sanggupkah aku menghadapi itu ? Saat di mana aku didudukkan di lubang yang gelap, kemudian datanglah kepada ku dua malaikat mengajukan pertanyaan: Siapa Rabb-mu, apa agamamu, dan siapa nabimu ?

Sanggupkah aku menjawabnya ? …

Sungguh, saat itu akan datang sebagaimana telah sering aku saksikan ia mendatangi orang lain, teman-temanku, tetanggaku, bahkan orang tua atau kerabatku. Sungguh, saat itu tak mungkin kuduga sebagaimana juga mereka tak pernah menduga didatangi oleh nya. Sungguh dia akan menjemput aku pergi ke tempat yang tak mampu aku bayangkan, tempat yang tak pernah kembali lagi mereka yang pergi ke sana, tempat yang di sana aku akan dihadapkan dengan pertanyaan.

Sungguh, semua itu benar adanya. Tak ada alasan bagi ku untuk tidak percaya hal itu bakal terjadi, sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk mengingkari adanya Al Khaliq. Juga sebagaimana tak ada alasan bagi ku untuk memungkiri adanya getaran kegelisahan dalam bathinku tatkala aku melakukan perbuatan yang fitrahku mengenalnya sebagai dosa.

Hanya saja. Sanggupkah aku menghadapi itu ? Saat di mana aku didudukkan di lubang yang gelap, kemudian datanglah kepada ku dua malaikat mengajukan pertanyaan: Siapa Rabb-mu, apa agamamu, dan siapa nabimu ?

Sanggupkah aku menjawabnya ? …

Apa yang akan aku katakan, ketika ditanya tentang siapa Rabb-ku ? Cukupkah kujawab : Rabb-ku adalah ALLAH ? Semudah itukah menghadapi fitnah qubur ? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanamkan dalam jiwaku keyakinan akan adanya Engkau, tertanam pula keyakinan ,bahwa tidaklah segala sesuatu itu ada dan terjadi dengan sendirinya serta tanpa maksud dan tujuan.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku : “Mustahil aku akan tersesat dan terjatuh ke dalam kekufuran.” ? Bolehkah terucap lewat lisanku: “Keberhasilan yang aku peroleh adalah semata-mata hasil prestasiku.” ? Bolehkah aku beranggapan : “Bahwa tanda keridhoan-Mu adalah dengan terjadinya apa yang terjadi atau berlakunya apa yang hendak aku lakukan.” ?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: “Alangkah kejamnya Engkau, membiarkan seorang bayi lahir dalam keadaan cacat. Alangkah tak adilnya Engkau, membiarkan pelaku ma’shiyat sejahtera bermandikan kesenangan, sedangkan mereka yang tha’at dalam keadaan miskin berlumurkan kesengsaraan.” Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun, mengapa sering bathin ini protes manakala aku tertimpa musibah atau doaku tak kunjung terkabul?

Ya, ALLAH. Ternyata tak ada jalan untuk mengenal Mu kecuali melalui diri-Mu. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam dalam batinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan kekuasaan-Mu, bertentangan dengan hak-Mu untuk diibadahi, serta bertentangan dengan kemuliaan nama-nama dan sifat-sifat-Mu. Maka, sudahkah aku mengenal segala kekuasan-Mu dan mengakui keesaan-Mu dalam hal mencipta, memiliki, dan mengatur alam semesta ini?

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang apa agamaku? Cukupkah kujawab: Agamaku Islam? Semudah itukah menghadapi fitnah qubur? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam di dalam jiwaku keyakinan akan kesempurnaan agama ini, tertanam pula keyakinan bahwa agama ini disampaikan kepada manusia agar mereka memperoleh kemudahan dan kebahagiaan hidup di dunia – sebelum di akhirat kelak tentunya-.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: ”Agama ini tidak realistis, kurang membumi.” ? Bolehkah terucap lewat lisanku: “Jaman sekarang ini jangankan mencari yang halal, mencari yang haram saja susah.”? Bolehkah aku beranggapan: “Semua agama itu baik.” ?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: “Alangkah enaknya menjadi orang-orang kafir di muka bumi ini, alangkah kunonya agama ini, dan alangkah sempit serta terbatasnya ruang ibadah yang tersedia di sana.” Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes manakala terasa dunia dan segala suguhannya tak memihak kepada ku? Mengapa bathin ini diam saja dan tak sedikitpun tergerak untuk membenci mereka yang menghujat agama ini?

Ya, ALLAH. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku segala yang bertentangan dengan agama yang mulia ini. Bahkan boleh jadi aku tak mengenal agama ini sebagaimana ia diperkenalkan oleh pembawanya. Boleh jadi aku tak mengenal keseluruhan aturan yang ada di dalam nya. Dan boleh jadi aku telah terjatuh ke dalam perbuatan yang telah mengeluarkan aku dari nya.

Kemudian, apa yang akan aku katakan ketika ditanya tentang siapa nabiku? Cukupkah kujawab: Nabiku Muhammad ? Semudah itukah fitnah qubur ? Rasanya tidak. Tidak akan semudah itu. Sebagaimana telah tertanam keyakinan dalam bathinku tentang kemuliaan akhlaqnya, sifat amanahnya, dan kejujurannya, tertanam pula keyakinan bahwa dialah ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam teladan terbaik bagi umat manusia.

Lantas bolehkah terlintas dalam benakku: “Ada jalan untuk mendekatkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wa Ta’aala selain dari yang telah dicontohkan oleh beliau ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam” ? Bolehkah terucap lewat lisanku: “Memelihara jenggot itu jorok, menjilat-jilati jari sehabis makan itu juga jorok, dan poligami itu jahat.” ? Bolehkah aku beranggapan: “Mengikuti Sunnahnya itu tidak wajib.” ?

Sungguh tak mungkin aku mengatakan: “Rasulullah ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam lupa menyampaikan ini dan itu. Rasulullah ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam sengaja menyembunyikan risalah, atau Rasulullah ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam tidak mengetahui apa yang baik bagi umatnya. Sungguh tak mungkin aku mengatakannya. Namun mengapa sering bathin ini protes dan merasa berat dengan apa yang telah ia tetapkan dan contohkan ? Mengapa aqal dan hawa nafsu ini sering merasa lebih tahu -tentang baik dan buruk- ketimbang beliau ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam ?

Ya, Allah. Kalau bukan karena hidayah-Mu, sungguh akan tertanam di dalam bathinku, terucap dari lisanku, dan terwujud lewat perbuatanku berbagai pengingkaran terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam. Boleh jadi itu bermula dari acuh tak acuhnya aku untuk mengenal nama-nama dan nasab beliau ShallAllahu ‘Alaihi Wasallam dan dari kurang minatnya aku membaca serta mempelajari riwayat hidupnya. Akhirnya butalah aku akan sunnah-sunnahnya dan tak mengertilah aku akan misi risalahnya. Dan jadilah aku orang yang hanya ikut-ikutan menyebut namanya tanpa memahami pertanggungjawabannya.

Sanggupkah aku menjawabnya ?…

Sungguh, aku akan berhadapan dengan pertanyaan yang jawabnya tak cukup di lisan, tetapi dari dalam keyakinan dan dibuktikan oleh perbuatan. Bukan hasil dari menghafal, tetapi dari beramal.Tak ada yang sanggup menuntun aku untuk menjawabnya kelak kecuali Engkau, Ya Allah. Aku tahu itu dan aku yakin, sebagaimana telah Engkau janjikan:

يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat…”(Ibrahim: 27)


sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com




ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

MISTERI.. di ALAM KUBUR

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Jika kita memasuki daerah pekuburan dan melayangkan pandangan pada kuburan-kuburan yang tersusun rapi, maka kita akan mendapati keheningan dan sunyi yang berkepanjangan. Tak terdengar sedikitpun suara, meski banyak yang tinggal disitu. Kuburan-kuburan yang berjejer rapat, sementara dahulu mereka tinggal berjauhan, tidak saling mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Ada anak kecil yang masih menyusui, ada orang kaya, ada juga orang yang tak punya. Ada orang yang tua renta, dan ada pula anak muda. Namun, apakah gerangan yang terjadi pada mereka? Banyak diantara kita tidak mengetahui Misteri Alam Kubur.

Oleh karena itu, kali ini kami akan mengajak anda untuk menjelajahi alam kubur sebagaimana yang telah dikabarkan oleh rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdasaarkan wahyu dari Allah – Subhanahu Wa Ta’ala-, bukan dari takhayyul yang dibuat-buat oleh manusia :.

Uraian lengkap Hadits Shohih yang panjang dibawah ini.

Al-Barra’ bin ‘Azib-radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,: “Kami pernah mengiringi jenazah seorang dari sahabat anshar. Tatkala kami tiba di kuburan, ternyata penggalian lahat belum selesai. Akhirnya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-duduk (menghadap kiblat), dan kami pun duduk di sekelilingnya. seolah-olah ada burung diatas kepala kami yang hinggap (karena dalam keadaan diam dan tenang). Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memegang kayu yang beliau pukulkan ke tanah.(Beliau memandang ke langit lalu memandang ke tanah, lalu beliau mendongakkan kepalanya dan menundukkannya tiga kali). Kemudian beliau bersabda, 

اِسْتَعِيْذُوْا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa kubur“. Diucapkan dua atau tiga kali. (Kemudian Rasulullah bersabda, 

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

Ya Allah aku berlindung kepadamu dari azab kubur“).tiga kali.

Kemudian bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang mu’min apabila meninggal dunia dan menghadapi akhirat maka turunlah para malaikat dari langit. Wajahnya putih seakan-akan di wajah mereka itu matahari. Mereka membawa kain kafan diantara kafan-kafan surga dan hanuth (parfum) diantara parfum-parfum surga hingga mereka duduk dari tempat yamg jaraknya sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut -Alaihis Salam- hingga duduk di sisi kepalanya lalu dia berkata, “Wahai jiwa yang baik (dalam sebuah riwayat: yang tenang) keluarlah menuju kepada ampunan Allah dan keridhoan-Nya. (Rasulullah bersabda), “Maka keluarlah ruh itu mengalir seperti tetesan air dari wadahnya, lalu malaikat itu mengambilnya. Apabila malaikat maut telah mengambilnya, maka para malaikat itu tidak membiarkannya berada di tangan malaikat maut sekejap mata pun hingga mereka mengambilnya, lalu mereka meletakkan di dalam kafan dan parfum tersebut.(Maka itulah makna firman Allah -Ta’ala-,

Dia diwafatkan oleh malaikat-malaikat kami; dan malaikat-malaikat kami itu tidak melalaikan kewajibannya“. (QS. Al An’am:61)

Semerbak bau wangi seperti misik paling wangi yang didapati di muka bumi. Lalu mereka membawanya naik. Tidaklah mereka melewatkan ruh itu di hadapan sekumpulan para malaikat melainkan para malaikat itu mengatakan, Siapakah ruh yang wangi ini? Mereka menjawab, Fulan bin Fulan -disebut dengan nama-nama terbaik yang dulu mereka menyebutnya ketika di dunia- hingga mereka sampai di langit dunia. Lalu mereka minta agar pintu dibukakan untuk ruh itu. Maka dibukakan untuk mereka. Lalu para malaikat muqarrabun dari semua sisi langit itu mengantarkannya sampai ke langit yang berikutnya hingga berakhir di langit yang ke tujuh. Maka Allah -Ta’ala- berfirman, “Tulislah untuk hamba-Ku di ‘Illiyyin.”.

Tahukah kamu apakah ‘Illiyyin itu? (yaitu) Kitab yang bertulis. Yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah)“. (QS. Al-Muthoffifin:19-21). 

Maka ditulislah kitabnya di Illiyyin. (Kemudian Allah berfirman lagi), “Kembalikanlah ia ke bumi. sesungguhmya Aku (berjanji kepada mereka bahwa) dari bumilah Aku menciptakan mereka dan dari sana Aku kembalikan mereka, dan dari sana pula Aku mengeluarkan mereka lagi di kali yang lain”. Maka (ia dikembalikan ke bumi, dan) dikembalikan ruhnya itu ke dalam jasadnya.(Kata beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, sesungguhnya ia mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarnya, apabila mereka pulang meninggalkannya). Lalu ia didatangi oleh dua malaikat (yang keras hardikannya) seraya menghardiknya dan mendudukkannya. Lalu kedua malaikat itu bertanya kepadanya, “Siapa Rabbmu?” Maka ia menjawab, “Rabbku adalah Allah”. Keduanya bertanya lagi, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Agamaku Islam”. Lalu keduanya bertanya lagi, “Siapakah orang yang diutus oleh Allah kepada kalian itu?” Dia menjawab, “Beliau adalah utusan Allah”. Lalu keduanya bertanya lagi kepadanya, “Apa saja amalanmu?”Dia menjawab, “Aku membaca Kitabullah, lalu aku beriman kepadanya, dan membenarkannya”. Lalu malaikat itu bertanya lagi, “Siapa Rabbmu? dan apa agamamu? dan siapa nabimu?” Itulah akhir fitnah (ujian) atau pertanyaan yang diajukan kepada seorang mu’min. Maka itulah makna firman Allah -Ta’ala-,

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (QS.Ibrahim: 27)

Lalu ia menjawab, “Rabbku adalah Allah; agamaku Islam, dan nabiku adalah Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-”. Maka ada Penyeru (Allah) yang menyeru dari langit dengan mengatakan, “Telah benar hamba-Ku. maka bentangkanlah permadani dari jannah (surga) dan kenakanlah untuknya dari pakaian jannah, serta bukakanlah untuknya pintu ke jannah”. Lalu sampai kepadanya hawa jannah dan bau wanginya, dan diluaskan kuburnya sejauh mata memandang. Datanglah kepadanya (di dalam sebuah riwayat: didatangkan kepadanya dalam bentuk) seorang laki-laki yang tampan wajahnya bagus pakaiannya, dan wangi baunya, lalu orang itu mengatakan, “Berbahagialah dengan apa yang membuatmu senang, (berbahagialah dengan keridhan dari Allah -Ta’ala-dan jannah yang di dalamnya ada nikmat-nikmat yang abadi). Ini adalah hari yang dijanjikan kepada engkau”. Lalu ia mengatakan kepadanya, “(Engkau telah diberi kabar gembira oleh Allah dengan kebaikan) Siapakah engkau ini? wajahmu menunjukkan wajah orang yang datang dengan kebaikan”. Orang itu menjawab, “Aku adalah amalanmu yang shalih (Demi Allah tidaklah aku mengetahuimu, kecuali engkau orang yang bersegera melakukan ketaatan kepada Allah. Maka Allah membalasmu dengan yang terbaik)”. Kemudian dibukakanlah untuknya pintu jannah dan pintu neraka. Lalu dikatakan kepadanya, “Inilah tempat tinggalmu jika engkau durhaka kepada Allah. Kemudian Allah menggantikanmu dengan yang itu (jannah)”. Saat ia melihat apa yang ada di dalam jannah, ia mengatakan, “Ya Rabbi, segerakanlah datangnya hari kiamat agar aku pulang lagi kepada keluargaku dan hartaku”. (Lalu dikatakan kepadanya:tenanglah). 

Lanjut beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda , “Sesungguhnya seorang hamba yang kafir (di dalam sebuah riwayat, “yang fajir/durhaka”) apabila ia meninggal dunia dan menghadapi akhirat, turunlah kepadanya para malaikat dari langit (yang keras lagi kejam) yang berwajah hitam-hitam. Mereka membawa pakaian kasar (dari neraka). lalu mereka duduk dari tempatnya sejauh mata memandang. kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk di sisi kepalanya lalu ia berkata, “Wahai jiwa yang jelek! Keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahannya!” Maka tercerai-berai ruh itu di dalam jasadnya, kemudian dicabut seperti dicabutnya besi berduri (banyak cabangnya) dari bulu yang basah lalu tertarik putus bersamanya urat-urat dan pembuluhnya. (Kemudian ia dilaknat oleh setiap malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan semua malaikat yang ada di langit; ditutuplah pintu-pintu langit. Tidak ada di antara malaikat penjaga pintu itu, kecuali mereka memohon kepada Allah agar ruh itu jangan dinaikkan melalui tempat mereka). Lalu malaikat maut mangambilnya. Apabila malaikat maut telah mengambilnya, maka para malaikat itu tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun hingga mereka mengambilnya, lalu mereka meletakkannya di dalam kafan tersebut. Maka keluarlah dari ruh itu bau busuk seperti bangkai paling busuk yang didapati di muka bumi. Kemudian mereka membawanya naik. Tidaklah mereka melewatkan ruh itu di hadapan sekumpulan para malaikat, melainkan para malaikat itu mangatakan, “Siapakah ruh yang sangat busuk ini?” Mereka menjawab, Fulan bin Fulan – disebut dengan nama-nama terburuk yang dulu mereka menyebutnya ketika di dunia– hingga mereka sampai di langit dunia. Lalu mereka minta agar pintu dibukakan untuk ruh itu. Namun tidak dibukakan untuknya. Kemudian Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- membaca ayat,

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS. Al-A’raf:40)

Allah berfirman, “Tulislah kitabnya di Sijjin, di bumi yang paling bawah“. (Kemudian Allah berfirman lagi), “Kembalikanlah ia ke bumi. Sesungguhmya Aku (berjanji kepada mereka bahwa) dari bumilah Aku menciptakan mereka dan dari sana Aku kembalikan mereka, dan dari sana pula Aku mengeluarkan mereka lagi di kali yang lain”. Maka dilemparkan ruh (dari langit) dengan lemparan (yang membuat ruh itu kembali ke dalam jasadnya). Kemudian Rasulullah membaca,

Barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, Maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh“. (QS. Al-Hajj: 31) 

Lalu dikembalikan ruh itu ke dalam jasadnya. (Kata beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, “Sesungguhnya ia mendengar suara sandal orang-orang yang mengantarkannya apabila mereka pulang meninggalkannya). Lalu ia didatangi oleh dua malaikat (yang keras hardikannya), lalu keduanya menghardiknya dan mendudukkannya. Kemudian kedua malaikat itu bertanya kepadanya, “Siapa Rabbmu?” Maka ia menjawab, “Haah…hah, saya tidak tahu“. Keduanya bertanya lagi, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Haah hah, saya tidak tahu“. Lalu keduanya bertanya lagi, “apa komentarmu tentang orang yang diutus oleh Allah kepada kalian itu?” Dia tidak tahu namanya. Lalu dikatakan kepadanya, “Muhammad!?” Maka ia menjawab, “Haah…hah, saya tidak tahu (saya mendengar orang mengatakan begitu”. Lalu dikatakan kepadanya, “Engkau tidak tahu, dan tidak membaca?” Maka ada penyeru yang menyeru dari langit dengan mengatakan, “Dia dusta. Maka bentangkanlah permadani dari neraka dan bukakanlah untuknya pintu ke neraka”. Lalu sampailah kepadanya panas neraka dan hembusan panasnya. Disempitkan kuburnya hingga bertautlah tulang rusuknya karenanya. Datanglah kepadanya (di dalam sebuah riwayat: didatangkan kepadanya dalam bentuk) seorang laki-laki yang buruk wajahnya buruk pakaiannya dan busuk baunya. Lalu orang itu mengatakan, “Aku kabarkan kepadamu tentang sesuatu yang membuatmu menderita. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu”. Lalu ia mengatakan kepadanya, “(Engkau telah diberikan kabar jelek oleh Allah)”. Siapakah engkau ini? Wajahmu menunjukkan wajah orang yang datang dengan kejelekan”. Orang itu menjawab, “Aku adalah amalanmu yang buruk. (Demi Allah, tidaklah aku mengetahuimu, kecuali engkau adalah orang yang berlambat-lambat dari melakukan ketaatan kepada Allah dan bergegas kepada kemaksiatan kepada Allah. Maka Allah membalasmu dengan yang terburuk)”. Kemudian didatangkan kepadanya seorang yang buta, tuli lagi bisu dengan membawa sebuah palu besar di tangannya! Kalau saja palu itu dipukulkan kepada gunung, tentu gunung itu menjadi debu. maka orang itu memukulkan palu itu kepadanya hingga ia menjadi debu. Kemudian Allah mengembalikannya lagi seperti semula. Lalu orang itu memukulnya sekali lagi hingga ia memekik keras dengan teriakan yang bisa didengar oleh segala yang ada, kecuali manusia dan jin. Kemudian dibukakan pintu neraka untuknya dan dibentangkan permadani dari neraka). Maka ia berkata:”Ya Rabbi! janganlah Engkau datangkan hari kiamat itu!” (HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4753), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (107), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (753), dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (12059). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (1630))

Demikianlah perjalanan kita kali ini. Semoga bisa menjadi nasihat bagi kita sebagai calon penghuni kubur yang akan segera menyusul orang-orang yang ada dalam liang lahat. Maka persiapkanlah imanmu dan amal sholihmu dengan mempelajarilah agamamu sehingga engkau menjadi orang-orang yang selamat dari hardikan malaikat, dan himpitan kubur yang gelap. Ingatlah dunia dan umurmu singkat !!

sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com



   



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda: 

كَسْرُ عَظْمِ الَْـمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.” (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah. Dishahihkan Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil)

1. Tanya:
Bolehkah membongkar kuburan muslimin atau kuburan orang-orang kafir?

Jawab:

Fatwa Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu

Dalam hal ini tentunya ada perbedaan antara kuburan orang-orang Islam dan kuburan orang-orang kafir. Membongkar kuburan muslimin adalah tidak diperbolehkan kecuali setelah lumat dan menjadi hancur. Hal itu dikarenakan membongkar kuburan tersebut menyebabkan koyak/pecahnya jasad mayit dan tulangnya, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

كَسْرُ عَظْمِ الَْـمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا
 
Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.”1

Maka seorang mukmin tetap terhormat setelah kematiannya sebagaimana terhormat ketika hidupnya. Terhormat di sini tentunya dalam batasan-batasan syariat.

Adapun tentang membongkar kuburan orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki kehormatan semacam ini sehingga diperbolehkan membongkarnya berdasarkan apa yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, awal mula yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi yang ada sekarang ini. Dahulu di sana ada kebun milik anak yatim dari kalangan Anshar dan di dalamnya terdapat kuburan orang-orang musyrik. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada mereka:

ثَامِنُونِي حَائِطَكُمْ

Hargailah kebun kalian untukku.”

Yakni, juallah kebun kalian untukku. Mereka menjawab: “Itu adalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Kami tidak menginginkan hasil penjualan darinya.”

Karena di situ terdapat reruntuhan dan kuburan musyrikin, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan agar kuburan musyrikin tersebut dibereskan. Maka (dibongkar) dan diratakanlah, serta beliau memerintahkan agar reruntuhan itu dibereskan untuk selanjutnya diruntuhkan. Lalu beliau mendirikan Masjid Nabawi di atas tanah kebun tersebut.

Jadi, membongkar kuburan itu ada dua macam: untuk kuburan muslimin tidak boleh, sementara kuburan orang-orang kafir diperbolehkan.

Saya telah isyaratkan dalam jawaban ini bahwa hal itu tidak boleh hingga mayat tersebut menjadi tulang belulang yang hancur, menjadi tanah. Kapan ini? Ini dibedakan berdasarkan perbedaan kondisi tanah. Ada tanah padang pasir yang kering di mana mayat tetap utuh di dalamnya masya Allah sampai sekian tahun. Ada pula tanah yang lembab yang jasad cepat hancur. Sehingga tidak mungkin meletakkan patokan untuk menentukan dengan tahun tertentu untuk mengetahui hancurnya jasad. Dan sebagaimana diistilahkan “orang Makkah lebih mengerti tentang lembah-lembahnya di sana” maka orang-orang yang mengubur di tanah tersebut (lebih) mengetahui waktu yang dengannya jasad-jasad mayat itu hancur dengan perkiraan. (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani hal. 53)

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah

Pada asalnya tidak boleh membongkar kubur mayit serta mengeluarkan mayit darinya. Karena bila mayit telah diletakkan dalam kuburnya, artinya dia telah menempati tempat singgahnya serta mendahului yang lain ke tempat tersebut. Sehingga tanah kubur tersebut adalah wakaf untuknya. Tidak boleh seorangpun mengusiknya atau mencampuri urusan tanah tersebut. Juga karena membongkar kuburan itu menyebabkan mematahkan tulang belulang mayit atau menghinakannya. Dan telah lewat larangan akan hal itu pada jawaban pertanyaan pertama.

Hanyalah diperbolehkan membongkar kuburan mayit itu dan mengeluarkan mayit darinya, bila keadaan mendesak menuntut itu, atau ada maslahat Islami yang kuat yang ditetapkan para ulama.

Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/122)

1 Shahih, HR. Ahmad (6/58, 105, 168, 200, 364) Abu Dawud (3207) Ibnu Majah (1616) dan yang lain. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, lihat Irwa`ul Ghalil: 763, Ahkamul Jana`iz, hal. 233.

Melepas Sandal Ketika Masuk Kuburan
2. Tanya:

Apakah melepas sandal waktu di kuburan itu sunnah atau bid’ah?

Jawab:

Disyariatkan bagi yang masuk kuburan untuk melepas kedua sandalnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Basyir bin Al-Khashashiyyah radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:

Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

يَا صَاحِبَ السَبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِ سَبْتِيَّتَيْكَ

Hai pemakai dua sandal tanggalkan kedua sandal kamu!”. Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud)

Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: “Sanad hadits Basyir bin Al-Khashashiyyah bagus. Aku berpendapat dengan apa yang terkandung padanya kecuali bila ada penghalang.”

Penghalang yang dimaksudkan Al-Imam Ahmad adalah semacam duri, kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq, semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/123-124)
 
sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com



ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Meninggalkan dunia yang fana ini dalam keadaan husnul khatimah merupakan dambaan setiap insan yang beriman, karena hal itu sebagai bisyarah, kabar gembira dengan kebaikan untuknya. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah dalam kitabnya yang sangat bernilai Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha.
Berikut ini kami nukilkan secara ringkas untuk pembaca yang mulia, disertai harapan dan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang mendapatkan husnul khatimah dengan keutamaan dan kemurahan dari-Nya. Amin!
Pertama: mengucapkan syahadat ketika hendak meninggal, dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia menyampaikan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Siapa yang akhir ucapannya adalah kalimat ‘La ilaaha illallah’ ia akan masuk surga.” (HR. Al-Hakim dan selainnya dengan sanad yang hasan1)

Kedua: meninggal dengan keringat di dahi.

Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu ketika berada di Khurasan menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Didapatkannya saudaranya ini menjelang ajalnya dalam keadaan berkeringat di dahinya. Ia pun berkata, “Allahu Akbar! Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَوْتُ الْمُؤْمِنِ بِعَرَقِ الْجَبِيْنِ

Meninggalnya seorang mukmin dengan keringat di dahi.” (HR. Ahmad, An-Nasa`i, dll. Sanad An-Nasa`i shahih di atas syarat Al-Bukhari)

Ketiga: meninggal pada malam atau siang hari Jum’at, dengan dalil hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, beliau menyebutkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ

Tidak ada seorang muslimpun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi. Hadits ini memiliki syahid dari hadits Anas, Jabir bin Abdillah g dan selain keduanya, maka hadits ini dengan seluruh jalannya hasan atau shahih)

Keempat: syahid di medan perang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ. فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلاَّ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ. يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapatkan rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka dan mereka beriang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka (yang masih berjihad di jalan Allah) yang belum menyusul mereka. Ketahuilah tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 169-171)

Dalam hal ini ada beberapa hadits:

1. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun ‘in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dengan sanad yang shahih)

2. Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: Ada orang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kaum mukminin mendapatkan fitnah (ditanya) dalam kubur mereka kecuali orang yang mati syahid?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah (ujian).” (HR. An-Nasa`i dengan sanad yang shahih)

Kelima: meninggal di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Siapa yang terhitung syahid menurut anggapan kalian?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.” Beliau menanggapi, “Kalau begitu, syuhada dari kalangan umatku hanya sedikit.” “Bila demikian, siapakah mereka yang dikatakan mati syahid, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Beliau menjawab, “Siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit tha’un2 maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia syahid, dan siapa yang tenggelam ia syahid.” (HR. Muslim)

Keenam: meninggal karena penyakit tha’un. Selain disebutkan dalam hadits di atas juga ada hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Tha’un adalah syahadah bagi setiap muslim.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tha’un, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya:

Tha’un itu adalah adzab yang Allah kirimkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Maka Allah jadikan tha’un itu sebagai rahmat bagi kaum mukminin. Siapa di antara hamba (muslim) yang terjadi wabah tha’un di tempatnya berada lalu ia tetap tinggal di negerinya tersebut dalam keadaan bersabar, dalam keadaan ia mengetahui tidak ada sesuatu yang menimpanya melainkan karena Allah telah menetapkan baginya, maka orang seperti ini tidak ada yang patut diterimanya kecuali mendapatkan semisal pahala syahid.” (HR. Al-Bukhari)

Ketujuh: meninggal karena penyakit perut, karena tenggelam, dan tertimpa reruntuhan, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit tha’un, orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang gugur di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Kedelapan: meninggalnya seorang ibu dengan anak yang masih dalam kandungannya, berdasarkan hadits Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan beberapa syuhada dari umatnya di antaranya:

Wanita yang meninggal karena anaknya yang masih dalam kandungannya adalah mati syahid, anaknya akan menariknya dengan tali pusarnya ke surga.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, dan Ath-Thayalisi dan sanadnya shahih)

Kesembilan: meninggal dalam keadaan berjaga-jaga (ribath) fi sabilillah.

Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu menyebutkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


Berjaga-jaga (di jalan Allah) sehari dan semalam lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat sebulan. Bila ia meninggal, amalnya yang biasa ia lakukan ketika masih hidup terus dianggap berlangsung dan diberikan rizkinya serta aman dari fitnah (pertanyaan kubur).” (HR. Muslim)

Kesepuluh: meninggal dalam keadaan beramal shalih.

Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Siapa yang mengucapkan La ilaaha illallah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang berpuasa sehari karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga. Siapa yang bersedekah dengan satu sedekah karena mengharapkan wajah Allah yang ia menutup hidupnya dengan amal tersebut maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, sanadnya shahih)

Kesebelas: meninggal karena mempertahankan hartanya yang ingin dirampas orang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu bila datang seseorang ingin mengambil hartaku?” Beliau menjawab, “Jangan engkau berikan hartamu.” Ia bertanya lagi, “Apa pendapatmu jika orang itu menyerangku?” “Engkau melawannya,” jawab beliau. “Apa pendapatmu bila ia berhasil membunuhku?” tanya orang itu lagi. Beliau menjawab, “Kalau begitu engkau syahid.” “Apa pendapatmu jika aku yang membunuhnya?” tanya orang tersebut. “Ia di neraka,” jawab beliau. (HR. Muslim)

Keduabelas: meninggal karena membela agama dan mempertahankan jiwa/membela diri.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

Siapa yang meninggal karena mempertahankan hartanya maka ia syahid, siapa yang meninggal karena membela keluarganya maka ia syahid, siapa yang meninggal karena membela agamanya maka ia syahid, dan siapa yang meninggal karena mempertahankan darahnya maka ia syahid.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa`i, dan At Tirmidzi dari Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dan sanadnya shahih)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Penghukuman hadits ini dari Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam kitab yang sama.
2 Satu pendapat menyebutkan bahwa tha’un adalah luka-luka semacam bisul bernanah yang biasa muncul di siku, ketiak, tangan, jari-jari dan seluruh tubuh, disertai dengan bengkak serta sakit yang sangat. Luka-luka itu keluar disertai rasa panas dan menghitam daerah sekitarnya, atau menghijau ataupun memerah dengan merah lembayung (ungu) yang suram. Penyakit ini membuat jantung berdebar-debar dan memicu muntah. (Lihat Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 14/425)

Penjelasan lain tentang tha’un bisa dilihat dalam Fathul Bari, 10/222,223) -pent.

sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com






ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين